Peristiwa yang harus dirahasiakan bersama Mama itu tidak berhenti sampai di situ saja. Esok malamnya terjadi lagi “:sesuatu” yang sangat “sesuatu”.
Ketika makan malam bersama Mama, aku mulai melihat Mama sebagai sosok yang sangat menggiurkan. Tubuh yang tinggi montok dengan kepadatan yang luar biasa untuk wanita seusianya. Memang Mama rajin senam tiap pagi, sehingga menghasilkan tubuh yang begitu padat di sekujurnya. Tidak ada yang kendor sedikit pun.
Kulit Mama pun putih mulus, wajah Mama masih terlihat cantik.
Ya, semuanya itu mulai kuperhatikan sejak Mama kusetubuhi, sebagai pasangan seksual yang sangat memuaskan. Bukan lagi seorang ibu yang melahirkanku.
Sikap Mama sendiri terasa mulai berubah. Kemaren Mama kelihatan seperti sedih. Bahkan kulihat air matanya berjatuhan ketika aku sudah siap - siap mau berangkat kuliah.
Tapi sore tadi, ketika melihatku datang, Mama jadi kelihatan ceria. Tatapannya jadi seperti tatapan seorang wanita kepoada seorang lelaki yang dicintainya. Senyumnya juga jadi manis di mataku. Manis sekali.
Mama bahkan berkata, “Nanti kalau mau tidur sama Mama lagi, mandi dulu yang bersih ya Sayang. Supaya badanmu harum.”
“Iya Mam. Setelah isi perutku turun, aku mau mandi sebersih mungkin,” sahutku, “Nanti kita begituan lagi kan Mam?”
“Iya. Tapi kalau mau ngecrot, lepasin di dalam aja ya.”
“A… aku cuma takut bikin Mama hamil.”
“Nggak mungkin hamil. Mama kan masih ikutan KB sejak kamu lahir sampai sekarang, belum pernah dicabut. Takut mama kebablasan dalam bergaul.”
“Termasuk waktu Mama kebablasan dengan Oom Dani itu kan?”
“Sudahlah Abe. Itu masa lalu mama. Jangan diungkit - ungkit lagi. Dani itu lelaki bajingan yang hanya mengincar harta mama. Sekarang mama sudah benci dia. Benci sekali.”
“Mobil peninggalan almarhum Papa juga dijual untuk memenuhi keinginan dia kan?”
“Sudahlah. Jangan ungkit - ungkit lagi masa lalu mama yang kelam itu. Sekarang mama kan suydah punya kamu.”
“Iya… sampai kapan pun aku takkan mengkhianati dan meninggalkan Mama.”
Mama mencium pipiku. Lalu berkata setengah berbisik, “Sekarang mandi dulu gih. Pakai air panas aja, biar lancar aliran darahmu.”
“Iya Mam,” sahutku sambil melangkah ke arah kamar mandi pribadi Mama.
Sebenarnya kamarku juga ada kamar mandinya. Tapi di kamarku hanya ada shower, tanpa water heater. Sementara kamar mandi Mama ada water heaternya. Karena itu aku jadi sering mandi di kamar mandi Mama.
Di kamar mandi, ketika tubuhku sedang disemprot oleh air hangat shower yang mengepul, aku tersenyum sendiri. Karena aku merasa memenangkan sesuatu. Sedikitnya aku telah berhasil mengubah sikap Mama dengan drastis. Kalau kemaren Mama tampak menyesal, kini malah tampak ceria. Bahkan secara tidak langsung Mama sudah memberi lampu hijau untuk melakukan seperti yang kemaren lagi.
Kenyataan menggembirakan itu membuatku berubah juga. Bahwa aku tak usah sembunyi - sembunyi untuk berjumpa dengan janda yang usianya seumuran dengan Mama itu lagi. Dengan Mama, segalanya lebih aman dan bisa kulakukan kapan saja. Sementara dengan janda itu, selalu saja aku harus mencari saat yang tepat untuk menemuinya, terutama pada saat anaknya sedang tidak ada.
Yang membuatku agak kaget, adalah ketika aku melihat vgina Mama sekarang… jadi bersih dari jembut! Dalam keadaan bersih plontos begitu, vgina Mama jadi lebih jelas bentuknya. Sampai lipatan - lipatannya pun terlihat dengan jelas…!
“vginanya dicukur Mam?” tanyaku sambil menepuk - nepuk vgina Mama.
“Iya. Kalau sudah gondrong suka dicukur. Karena suka gatel kalau keringatan,” sahut Mama ketika aku semakin mendekatkan mataku ke vgina Mama.
“Lebih bagus gundul gini Mam. Kalau dijilatin takkan nyelip jembut di gigiku.”
“Kamu kok seperti yang sudah berpengalaman Be.”
“Berpengalaman gimana maksudnya Mam?”
“Pengalaman ngentot cewek.”
“Pengalaman sih gak ada,” sahutku berbohong, “aku cuma sering nonton bokep sama teman - teman kuliahku. Sering juga mendengar cerita mereka yang sudah berpengalaman.”
Mama bergumam, “Owh… kirain…”
Sebenarnya aku berbohong. Belakangan ini aku sering berada di rumah seorang janda bernama Kaila, tapi aku suka menyebutnya Tante Lala.
Tante Lala itu ibu sahabatku sendiri. Dan sahabatku itu bernama Rendi.
Aku masih ingat benar awal dari dekatnya hubunganku dengan Tante Lala itu, yakni pada waktu aku datang ke rumahnya.
“Abe?! Ayo masuk, “sambut Tante Lala setelah membuka pintu depan rumahnya.
“Iya Tante… terima kasih…” sahutku sambil masuk dan duduk di sofa ruang tamu.
“Rendi lagi ke Blitar Be,” ucap Tante Lala sambil duduk di sofa yang berhadapan denganku. Membuatku terkesiap, karena gaun rumah yang dikenakannya sangat tipis dan transparant. Sehingga samar - samar aku bisa melihat beha dan celana dalamnya di balik gaun rumah tipis transparan itu.
“Ohya?! Mau lama dia di sana Tante?” tanyaku sambil memandang ke arah lain, karena Tante Lala duduk sambil bertumpang kaki, sehingga paha putih mulusnya terlihat jelas di mataku.
“Selama liburan aja,” sahut Tante Lala sambil tersenyum, “Kamu juga libur sekarang kan?”
“Iya Tante. Meski Rendi berbeda fakultas denganku, tapi Rendi kan seuniversitas denganku. Ohya… di Blitar ada saudara?”
“Iya. Tante punya adik di sana. Jadi Rendi mau menikmati liburan di rumah oomnya yang di Blitar itu.”
Aku berkali - kali harus membuang pandanganku ke arah lain. Tidak berani bertatapan mata dengan ibunya Rendi itu. Karena dia seperti sedang memperhatikanku terus.
Sambil menunduk aku berkata, “Kalau tau Rendi mau ke Blitar, aku mau ikut. Sekalian ingin tau suasana Jawa Timur.”
“Memangnya Rendi nggak ngasih tau kalau dia mau ke Blitar?” tanya Tante Lala sambil berdiri, lalu melangkah ke arah sofa yang kududuki. Dan duduk di samping kiriku.
“Nggak ngasih tau, Tante,” sahutku mulai salah tingkah, karena Tante Lala duduknya terlalu merapat padaku.
“Memang keberangkatan Rendi mendadak. Setelah mendapat telepon dari oomnya, Rendi langsung bilang mau berangkat ke Blitar,” ucap Tante Lala, “Tapi Abe kalau nggak ada teman selama liburan ini, nginap aja di sini. Biar tante ada temen juga.”
Ucapan itu dilontarkan oleh Tante Lala sambil memegang tanganku, disertai remasan perlahan.
Aku mulai grogi. “Iii… iya Tante. Ta… tapi aku gak bawa baju ganti,” sahutku nyeplos begitu saja.
“Kalau buat tidur aja sih tante punya beberapa pakaian baru yang tadinya akan kuberikan untuk Rendi di hari ulang tahunnya sebulan lagi. Nanti boleh kamu miliki. Buat Rendi sih bisa beli lagi sebelum dia datang. Yang penting, jangan ngomong apa-apa sama Rendi nanti,” ucap Tante Lala sambil menarik tanganku dan meletakkannya di atas lututnya yang terbuka sampai ke pertengahan pahanya.
Aku degdegan menghadapi kenyataan ini. Apalagi setelah mendengarkan bisikan Tante Lala, “Kamu mengerti kan apa yang harus kamu lakukan kalau tanganmu sudah berada di lutut tante?”
“Bo… boleh Tante?” tanyaku tergagap.
“Boleh. Justru tante sedang membutuhkan keberanianmu sekarang.”
Meski belum punya pengalaman, sebagai seorang mahasiswa tentu saja aku mengerti apa yang harus kulakukan sebagai “keberanian” seperti yang diinginkan oleh Tante Lala itu.
Tanpa diminta kedua kalinya, aku merayapkan tanganku yang agak gemetaran ini ke paha Tante Lala.
Tante Lala malah melingkarkan lengan kanannya di pinggangku, sambil merapatkan pipi kanannya ke pipi kiriku.
Paha dan pipi Tante Lala terasa hangat… menimbulkan desir - desir aneh di dadaku. Mungkin inilah yang disebut desir nafsu birahi.
Sementara itu tanganku sudah tiba di pangkal paha Tante Lala yang lebih hangat lagi. Membuatku mulai lupa segalanya. Ketika tanganku menyentuh celana dalamnya, aku tak kuasa lagi menahan diri, untuk menyelinapkan tanganku ke balik celana dalam Tante Lala. Sampai menyentuh sesuatu yang empuk hangat…
Nafasku mulai tak beraturan. Hah - hoh - ha - hoh terus. Namun Tante Lala memagut bibirku, lalu melumatnya. Sementara jemariku sudah menyelinap ke dalam celah basah yang licin dan hangat itu.
Saat itu aku betul - betul belum pernah menyetubuhi perempuan. Tapi meski belum berpengalaman, aku yakin bahwa jemariku sedang berada di dalam liang vgina Tante Lala.
“Kamu udah pernah menyetubuhi cewek Be?” tanya Tante Lala sambil melingkarkan lengannya di leherku. Dan menatapku dari jarak yang sangat dekat.
“Belum pernah Tante,” sahutku.
“Sama sekali belum pernah?”
“Iya Tante.”
“Serius Be… kamu belum pernah menyetubuhi perempuan?”
“Belum pernah Tante. Silakan aja tanyain Rendi. Dia tau benar rahasia pribadiku.”
“Hush… semua ini harus dirahasiakan. Rendi jangan sampai tau.”
“Iii… iiiyaaa Tante…”
“Kamu mau merasakan ngentot vgina Tante gak?”
“Kalau dikasih sih mau… mau banget Tante…”
Tante Lala berdiri sambil memegang pergelangan tanganku, “Di kamar aja yuk. Di sini sih takut mendadak ada tamu, “ajaknya.
Kuikuti langkah Tante Lala menuju kamarnya, dengan jantung berdebar - debar.
Aku memang sudah terlalu sering membayangkan nikmatnya menggauli perempuan. seperti sering kudengar dari mulut teman - teman yang sudah berpengalaman dalam masalah perempuan.
Tapi sampai berada di dalam kamar Tante Lala, aku seolah tengah bermimpi saja. Karena semuanya ini tak pernah kurencanakan. Niatku mendatangi rumah ini adalah ingin berjumpa dengan sahabatku. Tapi yang kudapatkan malah ibunya, bersama ajakannya yang membuatku seakan sedang bermimpi…!
Saat itu aku benar - benar belum berpengalaman. Aku hanya sering nonton bokep dan dengar cerita dari teman - teman yang sudah berpengalaman menyetubuhi perempuan. Maka setibanya di dalam kamar Tante Lala, aku jadi kebingungan. Tak tahu dari mana aku harus memulainya.
Tapi Tante Lala mengawalinya dengan membuka kancing - kancing baju kaus hitamku. Dan menanggalkannya. Lalu menarik ritsleting celana jeansku, sekaligus menurunkannya berikut celana dalamku.
“Hmmm… pnismu gede juga,” ucap Tante Lala sambil memegang penisku yang sudah ngaceng sejak tadi ini.
Aku cuma tersenyum - senyum. Sementara Tante Lala sudah melepaskan housecoat tipis transparannya. Disusul dengan pelepasan beha dan celana dalamnya.
Wow…! Sekujur tubuh Tante Lala yang tinggi langsing namun tidak kurus itu… kini tak tertutupi sehelai benang pun. Jelas aku semakin degdegan melihatnya. Dan semakin kebingungan, tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan.
Pada saat aku masih berdiri canggung di dekat bed, Tante Lala tersenyum centil, sambil mendorong dadaku… sehingga aku terhempas ke atas bed… rebah celentang tanpa mengetahui apa yang harus kulakukan.
Namun Tante Lala tahu benar apa yang harus dilakukannya. Ia menelungkup di antara kedua kakiku, dengan wajah mendekati batang kemaluanku yang masih ngaceng ini… lalu tahu - tahu ia menjilati puncak dan leher penisku… kemudian mengulum batang kemaluanku yang sangat peka ini… lalu terasa lidah Tante Lala mengelus - elus puncak dan leher penisku di dalam mulutnya, sementara tangannya mengurut - urut badan penisku yang mulai membasah oleh air liurnya…
Semuanya ini menimbulkan geli - geli enak. Dan membuatku agak menggeliat - geliat saking enaknya.
“Tante… ooooh… Tante… oooooh… Tanteeee… “hanya rintihan seperti itu yang berlontaran dari mulutku, sementara selomotan dan isapan Tante Lala makin lama makin menggila. Sehingga aku menggelepar - gelepar dibuatnya… dalam nikmat…!
Aku cuma terdiam pasrah, terkadang sambil memejamkan mataku. Dan aku tidak tahu lagi sejak kapan Tante Lala memasukkan batang kemaluanku ke dalam vginanya. Yang aku tahu, Tante Lala sudah berlutut, dengan kedua lutut berada di kanan kiri tubuhku, sementara vginanya mulai naik turun dan menggesek - gesek batang kemaluanku…
Cukup lama Tante Lala melakukan semua itu di atas tubuhku. Sampai pada suatu saat ia mengajakku berguling, mengubah posisiku jadi di atas, Tante Lala jadi menelentang, sementara batang kemaluanku masih berada di dalam liang vgina Tante Lala.
“Ayo… sekarang kamu yang ngentot, “perintah Tante Lala ketika dadaku sudah bertempelan dengan sepasang toketnya yang membusung indah itu.
Dengan canggung kuikuti instruksi Tante Lala. Kuayun penisku seperti pisau pendulum. Maju mundur dan maju mundur terus.
“Iyaaa… ini sudah bener Be,” kata Tante Lala ketika aku mulai lancar mengentotnya, “Yang penting, jangan sampai terlepas… usahakan pnismu tetap berada di dalam vgina tante… !”
“Iii… iyaaa Tanteee… ddduuuuhhh… vgina Tante ini… enak banget… !”
Tante Lala tidak bicara banyak lagi. Ia bahkan mulai mendesah - desah, sementara dekapannya di pinggangku makin erat saja.
Ayunan penisku pun makin lama makin lancar. Bermaju mundur di dalam jepitan liang vgina Tante Lala yang luar biasa enaknya. Liang vgina yang membuat nafasku tersengal - sengal, yang membuat mataku kadang terpejam dan kadang melotot.
Sementara itu desahan dan rintihan Tante Lala makin lama makin berhamburan dari mulutnya.
“Abeee… oooh… pnismu mantap bangeeet… Beee… iyaaaa… entot terusss Beee… ooooh… entot teruuuuussss… pnismu luar biasa enaknya Abeeee… ayo… sambil emut tetek tante Be… nah gituuu… aduuuuh… ini makin enak Beee…”
Makin lama entotanku terasa makin lancar. Gesekan - gesekan antara penisku dengan dinding liang kemaluan Tante Lala benar - benar nikmat bagiku. Nikmat yang sulit kulukiskan dengan kata - kata belaka.
Lebih nimat lagi setelah aku disuruh ngemut teteknya. Maka seperti bayi yang masih menetek di tetek ibunya, kukulum petil toket kiri Tante Lala, sambil kuisap-isap. Sementara tangan kiriku digunakan untuk meremas - remas toket kanannya. Sedangkan batang kemaluanku makin aktif menggenjot liang vginanya.
Tante Lala semakin “meraung - raung” laksana harimau betina yang sedang naik birahi.
“Abeee… oooo… ooooh… ooo… oooh… Abeee… pnismu luar biasa enaknya Beee… entot terus Beee… entot teruuuusssssss… entoooot… entooot… entooootttttt… !”
“Raungan” Tantew Lala baru berhenti kala aku memagut bibirnya, lalu menciumnya dalam tempo yang cukup lama.
Keringatku pun mulai terbit dari pori - pori sekujur tubuhku. Bercampur aduk dengan keringat Tante Lala. Namun kami tak peduli dengan masalah “kecil” itu. Kami hanya peduli pada satu hal. Bahwa pergesekan batang kemaluanku dengan dinding liang vgina Tanbte Lala menimbulkan rasa yang makin lama makin nikmat.
Aku baru sekali ini menyetubuhi perempuan. Namun tadinya aku sering ngocok sambil nonton bokep yang kutayangkan lewat USB di televisiku. Karena itu aku sudah hafal kapan saatnya mau ejakulasi.
Dan kini… setelah cukup lama aku menyetubuhi Tante Lala, aku merasakan gejala - gejala mau ejakulasi ini. Maka tanyaku terngah, “Tante… aaa… aaaku su… sudah mau nge… ngecrot… lepasin di mana?”
“Lepasin di dalam aja. Ini tante juga udah mau lepas… ayo lepasin bareng -bareng biar nikmat… ayooo… percepat entotannya… iyaa… iyaaaaaa… aaaaa…”
Aku pun mempercepat entotanku, seperti pelari yang sedang sprint menjelang garis finish… makin cepat… makin cepat…!
Lalu tibalah kamki di puncak kenikmatan yang teramat indah ini.
Aku membenamkan batang kemaluanku sedalam mungkin. Lalu mendiamkannya. Tidak menggerakkannya lagi.
Pada saat yang sama Tante Lala malah gedebak - gedebuk menggoyang pinggulnya ke sana - sini. Mungkin sedang mencari - cari yang lebih nikmat lagi di ujung pelampiasan nafsu birahi ini.
Sampai akhirnya… mulut penisku memuntahkan spermaku di dalam liang kewanitaan Tante Lala.
Crooooottt… crotcrot… cooootttttttt… croooootttt… crot… croooooootttt…!
Aku pun terkulai di atas perut Tante Lala. Seperti juga Tante Lala yang tampak tepar, dengan wajah dan leher bersimbah keringat.
Dua minggu liburan, kuisi dengan mengunjungi rumah Tante Lala tiap hari. Dan setiap kali aku datang ke rumahnya, selalu saja aku disuguhi masakan Tante Lala yang selalu enak - enak. Aku pun selalu disuguhi vginanya yang senak sekali itu… sekaligus sebagai vgina pertama yang bisa kunikmati dalam hidupku.
Namanya juga pengalaman pertama, tentunya akan kuingat terus di sepanjang kehidupanku. Namun aku akan tetap merahasiakannya, sesuai dengan janjiku kepada Tante Lala.
Namun sebulan kemudian, ketika Rendi sudah kuliah lagi seperti biasa, Rendi mengajakku duduk berdua di puncak bukit yang konon tadinya milik orang Belanda di zaman kolonial.
Pada saat itulah Rendi mulai membuka pembicaraan yang berbeda dengan biasanya. “Abe… loe pernah punya ketertarikan kepada mama loe sendiri?” tanyanya.
“Ketertarikan gimana maksud loe?” aku balik bertanya, karena pada saat itu aku belum pernah punya affair dengan Mama.
“Misalnya aja… ngintip mama loe waktu sedang mandi, sedang tidur dan sebagainya… lalu nafsu loe timbul dan ingin menyetubuhinya…”
“Damn you…! Gue sih gak pernah punya pikiran segila itu Ren.”
Rendi tersenyum dan berkata, “Jujur kalau gue sie sering ngentot mama gue.”
“Haaa?! Lu udah jadi manusia incest?”
“Gue sih gak musingin soal istilahnya. Mau disebut incest lah, taboo lah… yang jelas gue sama mama udah jadi sepasang manusia yang saling membutuhkan dalam soal sex. Tapi ini rahasia Be. Jangan sampai jadi gosip di kampus nanti. Gue percaya loe sih bakal menyimpan rahasia ini.”
“Ya iyalah,” sahutku yang diam - diam mulai memikirkan Mama dari sudut yang gila itu.
Namun pembicaraan itu berkelanjutan. Rendi berkata lagi, “Sekarang mama gue punya keinginan terpendam. Ingin merasakan main threesome bersama cowok lain.”
“Terus?!”
“Gue kan ingin selalu membahagiakan Mama. Karena itu gue tanya siapa cowoknya yang Mama inginkan untuk mendampingi gue menggaulinya. Ternyata Mama milih loe, Be.”
“Gue?!” seruku kaget.
“Iya. Makanya kalau loe mau, malam Minggu mendatang ini tidur di rumahku aja ya.”
“Terus?”
“Ya kita threesome aja mama gue, kalau loe mau sih. Jangan salah lho… vgina mama gue masih enak banget, Be.”
Aku tersenung sesaat. Dari ucapan - ucapan Rendi, aku mengambil kesimpulan bahwa Tante Lala masih merahasiakan affairku dengannya pada waktu Rendi sedang berada di Jatim. Karena itu aku bersikap seolah - olah belum pernah menyentuh Tante Lala.
“Loe serius Ren?” tanyaku sambil menepuk bahu Rendi.
“Sangat serius, “Rendi mengangguk sambil tersenyum aneh.
Aku terdiam lagi. Memikirkan ajakan Rendi dengan hati limbung.
“Gimana? Mau?” desak Rendi ketika aku masih membisu.
Akhirnya aku mengangguk, “Oke…”
Rendi menepuk pangkal lenganku sambil berkata, “Tapi gue mohon agar hal ini menjadi rahasia kita ya Be.”
“Percaya deh sama gue,” ucapku sambil mengacungkan dua jariku.
Sabtu sore yang dijanjikan, aku sudah mandi sebersih mungkin. Kumasukkan dua stel pakaian ke dalam ransel kuliahku. Lalu pamitan kepada Mama dan berkata bahwa aku akan menginap di rumah Rendi.
Sebelum berangkat, aku masih sempat menerima WA dari Tante Lala. Isinya :
-Abe… mau ke rumah tante malam ini kan?-
Lalu kubalas, -Iya Tante. Masalah kita berdua masih tetap kurahasiakan. Tante juga masih merahasiakannya kan?-
-Iya. Jadi nanti bersikaplah seolah - olah kamu belum pernah ngapa - ngapain sama tante ya-
_
-Oke Tante. Ini aku udah siap mau berangkat ke rumah Tante-
-Iya. Tante tunggu ya-
_
Lalu kuhidupkan mesin motorku.
Beberapa saat kemudian aku sudah berada di atas motorku, menuju rumah Rendi.
Hanya butuh waktu setengah jam untuk mencapai rumah Rendi. Dan ketika motorku sudah disimpan di dekat teras depan rumah Rendi, kulihat pintu depan terbuka. Tante Lala menyongsong kedatanganku, dalam kimono sutera berwarna pink polos. Dengan senyum manis di bibirnya.
Aku pun menghampirinya, sambil mencium tangannya seperti pada awal aku mengenalnya dahulu. Tapi Tante Lala malah merangkulku sambil mendaratkan ciuman hangat di bibirku. Membuatku agak gelagapan, karena takut terlihat oleh Rendi.
“Rendi mana Tan?” tanyaku sambil duduk di sofa ruang tamu.
“Lagi disuruh beli wine… untuk mencairkan suasana,” sahut Tante Lala sambil duduk merapat ke samping kiriku.
“Beneran Tante ingin dithreesome?” tanyaku setengah berbisik.
Tante Lala menyahut dengan senyum menggoda, “Sebenarnya sih tante cuma kangen padamu aja Be. Makanya tante nyari alasan yang tepat untuk berjumpa denganmu. Setelah dipikir - pikir, gak perlu lagi kita merahasiakan hubungan kita. Mendingan fair aja. Tapi kita harus bersikap seolah baru sekali ini kita akan melakukannya.
Ucapan itu Tante Lala lanjutkan dengan menarik tanganku… menyelinapkan ke balik kimononya… lalu meletakkan telapak tanganku di permukaan kemaluannya yang licin seperti habis waxing… membuat nafsuku langsung berkobar, bukan cuma membara saja…!
Aku yang sudah terbiasa mempermainkan vgina Tante Lala, langsung menggerakkan jemariku… menyelinap ke balik liang vginanya yang membasah dan hangat itu…!
Pada saat yang sama, Tante Lala mencium dan melumat bibirku dengan hangat dan harumnya.
Aku bahkan sudah hafal di mana letak kelentit Tante Lala, yang dia bilang harus sering disentuh pada saat foreplay ini… dan kini aku melakukan hal itu. Mengelus - elus kelentit Tante Lala dengan nafsu yang semakin bergejolak. Sementara bibirku tetap berada di dalam lumatan Tante Lala…!
Ooo… adakah detik -detik yang lebih indah daripada detik -detik yang sedang kualami ini? Adakah nafsu yang lebih bergolak daripada panasnya hasratku saat ini?
Tiba - tiba handphone Tante Lala berdering. Tante Lala cepat mengambil handphonenya dari atas meja kecil di depan sofa yang sedang kami duduki.
“Dari Rendi,” ucap Tante Lala sambil membuka panggilan itu sekaligus mengeluarkan suaranya lewat speaker. Lalu :
“Hallo Ren! Masih lama?”
“Kelihatannya masih lama Mama. Ini jalanan lagi macet berat. Abe sudah datang?”
“Sudah. Ini kelihatannya Abe sudah horny… gimana dong? Harus nunggu kamu datang?”
“Nggak usah nunggu aku datang. Jalanin aja dulu, supaya Mama dan Abe gak kesal nungguin aku datang.”
“Ya udah. Abe akan mama ajak maen aja tanpa menunggu kamu datang dulu ya Sayang.”
“Iya… iya… selamat berhapy - happy dengan sahabatku, ya Ma…”
“Iya. Kamu hati - hati di jalan. Memang sekarang malam Minggu sih, pasti jalanan macet.”
Setelah menutup hubungan seluler dengan anaknya, Tante Lala tersenyum dan mencolek hidungku sambil berkata, “Abe dengar sendiri kan? Rendi menyuruh kita duluan main, tanpa harus menunggunya datang.”
“Iya Tante,” sahutku. Namun sejak saat itu aku mulai membayangkan seperti apa rasanya vgina mamaku sendiri ya? Tapi apakah Mama akan “sebaik” Tante Lala dan takkan marah kalau aku mencoba menggaulinya?
Terawanganku buyar ketika Tante Lala menurunkan ritsleting celana denimku. Lalu menyelundupkan tangannya ke balik celana dalamku. Dan menyembulkan penisku yang sudah ngaceng total ini. sambil berkata, “pnismu lebih gagah daripada pnis Rendi.”
Sebenarnya aku ingin bertanya apakah Tante Lala sudah sering berhubungan sex dengan Rendi? Namun niat itu kubatalkan, karena aku sadar bahwa hubungan Tante Lala dengan putranya itu sangat terlarang. Sangat tabu.
Ketika aku masih memikirkan semuanya itu, tiba - tiba Tante Lala menyingkapkan kimononya. Lalu bergerak untuk menduduki kedua pahaku, sambil memasukkan batang kemaluanku ke dalam liang vginanya yang tidak mengenakan celana dalam.
Blessss… Tante Lala berhasil membenamkan batang penisku sambil duduk membelakangiku. Lalu ia menggerak - gerakkan pinggulnya, naik turun. Sehingga penisku pun jadi keluar - masuk di dalam liang kewanitaannya.
Aku pun memeluk pinggangnya erat - erat, agar Tante Lala tetap stabil duduk di atas kedua pahaku. Bahkan pada saat berikutnya pelukanku berubah, jadi menggenggam sepasang toket di balik kimononya. Karena Tante Lala bukan hanya no-CD, tapi juga nobra…!
Cukup lama Tante Lala mengayun pinggulnya, yang dengan sendirinya membuat liang vginanya mengocok penis ngacengku. Sampai akhirnya ia mengajakku pindah ke kamarnya, “Takut ada tamu mendadak, kita pindah ke kamar aja yuk.”
Kuikuti saja langkah Tante Lala menuju kamarnya.
Di dalam kamarnya itulah Tante Lala melepaskan kimononya, sehingga tubuhnya jadi telanjang bulat, karena sejak tadi tiada pakaian dalam di balik kimononya.
Secepatnya kutanggalkan pakaianku sehelai demi sehelai, sampai akhirnya telanjang bulat, seperti Tante Lala. Lalu kyuterkjam Tante Lala yang sudah menelentang dengan kedua kaki mengangkang lebar.
Aku tahu bahwa liang vgina Tante Lala sudah cukup basah. Karena itu tanpa basa - basi lagi kuletakkan moncong penisku di mulut vginanya yang sudah menganga merah basah itu. Dan… blessss… penisku mulai membenam lagi ke dalam liang vgina Tante Lala yang membuatku ketagihan itu. Langsung amblas seluruhnya, diiringi desah nafas mamanya Rendi itu, “Ooooh…
Aku menarik nafas panjang dulu sambil memeluk leher Tante Lala. Kemudian kuayun batang kemaluanku, bermaju - mundur di dalam liang vgina tante Lala yang basah licin dan hangat ini.
“Abe… pnismu memang enak sekali Be… entotnya pelan - pelan dulu yaaa… tante ingin menghayati nikmatnya gesekan pnismu Bee…” bisik Tante Lala sambil melingkarkan lengannya di leherku. Lalu menciumi bibir dan kedua belah pipiku.
Waktu Rendi berada di Jatim tempo hari, selama dua minggu aku dilatih oleh Tante Lala. Tentang bagaimana caranya untuk membuat perempuan puas waktu disetubuhi. Jadi aku tahu bahwa pada waktu penisku sedang mengentot liang vagina perempuan, aku harus melengkapinya dengan ciuman di bibir, emutan di pentil toket, jilatan di leher, di ketiak dan sebagainya.
Itu semua kulakukan, demi kepuasan Tante Lala. Akibatnya, rintihan - rintihan histeris Tante Lala semakin menjadi - jadi.
“Abe… oooh… tante bener - bener ketagihan sama pnismu Beee… ketagihan sama caramu menjilati leher tante… menjilati ketek tante… mengisap dan menjilati pentil tetek tante… semuanya enak sekali Beee… ooooh… tante ketagihan Abeee… entot terus Bee… entoooootttt… iyaaaaa …
Aku pun menjawabnya dengan bisikan, “vgina Tante juga… lu… luar biasa enaknya… uuuuughhhh…”
Lalu gerakan batang kemaluanku mulai kupercepat.
Tante Lala pun mulai menggoyang pinggulnya dalam gerakan meliuk - liuk dan menghempas - hempas. Liang sanggamanya pun membesot - besot dan memilin - milin batang kemaluanku. Dan ini… luar biasa nikmatnya…!
Namun pada saat itu pula terdengar suara Rendi di ambang pintu kamar ibunya, “Asyiiik… ada tontonan yang sangat merangsang… jauh lebih merangsang daripada bokep !”
Aku hanya menoleh dan mendengus. Karena aku sedang enak - enaknya merasakan besotan - besotan liang vgina Tante Lala yang sedang bergoyang Karawang ini.
Bahkan ketika Rendi duduk di pinggiran bed ibunya, aku tak peduli lagi.
Keringat ku pun mulai membanjir. Bercampur aduk dengan keringat Tante Lala.
Sampai pada suatu saat, kudengar bisikan Tante Lala, “Stttt… tante udah mau lepas Be. Lepasin bareng yuk… !”
Aku mengerti bahwa sebenarnya Tante Lala mau orgasme untuk yang kedua kalinya. Karena sejak tadi terasa liang vginanya sudah becek sekali.
Tapi aku tak mau membahas masalah itu pada saat sedang enak - enaknya menikmati liang vgina Tante Lala yang sedang digoyang ke sana ke mari ini.
Aku hanya berusaha agar secepatnya ejakulasi seperti yang diinginkan oleh Tante Lala. Lagipula aku harus bertenggang rasa pada Rendi yang mungkin sudah ingin secepatnya menyetubuhi ibunya.
Entotanku pun mulai kupercepat. Makin lama makin cepat, sementara Tante Lala sudah berkelojotan. Lalu mengejang tegang sambil mendekap pinggangku erat - erat…!
Aku pun mengelojot, lalu mendorong pnisku sedalam mungkin. Dan mendiamkannya, tidak menggerakkannya kembali.
Moncong penisku mengejut - ngejut sambil meletuskan spermaku. Crooootttt… crotcrot… crottt… croooooootttt… crot… croooooooootttt… crotcrooot…!
Sekujur tubuhku mengejut, lalu terkulai di dalam dekapan Tante Lala. Lemas tapi luar biasa nikmat dan puasnya.
Ketika aku sudah mencabut batang kemaluanku dari liang vgina Tante Lala, kulihat spermaku membludak dari mulut vagina mamanya Rendi itu.
Namun pada saat itu Rendi sudah telanjang. Dan langsung merayap ke atas perut Tante Lala, sambil memegang penisnya yang sudah diarahkan ke mulut vgina mamanya.
Kusaksikan dengan jelas batang kemaluan Rendi melesak masuk ke dalam liang vgina Tante Lala.
Aku cuma tersenyum menyaksikan semuanya itu. Tampaknya Rendi tak peduli dengan spermaku yang masih banyak tersimpan di dalam liang vgina ibunya.
Pada saat Rendi mulia mengentot ibunya, aku turun dari bed. Lalu melangkah ke kamar mandi pribadi Tante Lala. Untuk mencuci penisku yang berlepotan sperma bercampur dengan lendir kewanitaan Tante Lala.
Pada saat itulah aku menerawang jauh. Membayangkan seandainya aku menyetubuhi Mama, apa yang akan terjadi kelak? Apakah aku juga akan mengajak Rendi untuk men-threesome Mama?
Entahlah. Soalnya pada saat itu aku belum pernah menyetubuhi Mama.
Tapi sejak saat itulah aku mulai membayangkan seandainya aku nekad menyetubuhi Mama dengan cara bagaimana pun… apakah Mama takkan murka?
Memang Mama dan Tante Lala punya bentuk tubuh yang berbeda. Tante Lala itu tinggi langsing, tapi tidak kurus. Sementara bentuk tubuh Mama tinggi montok, dengan sepasang toket montok, dengan bokong gede pula. Tapi seperti apa ya rasanya vgina Mama itu? Mungkinkah aku bisa menikmatinya?
Setelah penisku dicuci bersih, kukeringkan dengan handuk Tante Lala. Kemudian aku keluar dari kamar mandi. Untuk menonton persetubuhan antara kibu dan anak kandungnya itu.
Rendi tampak garang sekali mengentot ibunya. Membuat penisku diam - diam jadi ngaceng lagi.
Aku pun duduk di atas bed, dekat Tante Lala yang sedang mendesah - desah sambil menggoyangkan pinggulnya seperti pada waktu aku menyetubuhinya tadi. Namun diam - diam tangan Tante Lala merayap ke arah penisku yang sudah ngaceng lagi ini.
Tante Lala masih sempat menoleh ke arahku sambil tersenyum. Dengan tangan meremas penisku perlahan.
Tampaknya Tante Lala senang setelah mengetahui kondisi penisku yang sudah ngaceng berat lagi ini.
Aku pun tidak mau berdiam pasif. Diam - diam kupegang dan kuremas toket Tante Lala yang tidak terhimpit oleh dada Rendi.
Untungnya Rendi tidak terlalu lama menyetubuhi ibunya.
Sesaat kemudian tampak dia mengelojot di atas perut ibunya. Lalu terkulai lemas di atas perut Tante Lala.
Aku pun mempersiapkan diri untuk menyetubuhi Tante Lala yang kedua kalinya…!