Kalau diibaratkan perang, malam itu aku dan Rendi habisan menyerang Tante Lala yang mungkin sudah tergolong wanita hypersex. Karena setelah aku maju untuk yang kedua kalinya, Rendi pun “maju” lagi ke “Makassar tempur” untuk kedua kalinya. Perilaku Rendi dengan ibunya itu jelas membuatku terangsang berat.
Maka setelah Rendi ambruk, aku pun maju lagi untuk yang ketiga kalinya.
Begitulah kejadiannya. Bahwa malam itu Tante Lala disetubuhi lima kali. Tiga kali denganku dan dua kali dengan anaknya sendiri.
Kisah di rumah Tante Lala itu takkan terlupakan olehku.
Namun kenapa aku jadi sering membayangkan seandainya aku melakukan hal yang sama dengan Mama?
Mama memang sudah kerap kusetubuhi. Namun sejauh ini aku belum berani mengundang Rendi agar bisa bergabung untuk menggauli Mama.
Dan sebelum aku melangkah lebih jauh lagi, pada suatu sore aku ditelepon oleh Bang Idang, suami Kak Reni.
Bang Idang memintaku datang ke rumahnya, karena ada sesuatu yang penting, katanya.
Aku pun berangkat menuju rumah Bang Idang dan Kak Reni.
Setibanya di rumah mereka, aku dihampiri oleh suami Kak Reni dan mengajaknya ngobrol di ruang keluarga.
Lalu Bang Idang bertanya, “Abe… kamu sedang libur gak?”
“Libur lima hari Bang. Emangnya kenapa?” tanyaku.
“Kakakmu itu mau ke Makassar besok. Aku tak mungkin bisa mengantarnya. Karena di kantor sedang sibuk - sibuknya. Maklum dikejar deadline tutup buku. Kamu bisa kan nganter kakakmu ke Makassar?”
“Di Makassarnya berapa hari Bang?”
“Sekitar tiga atau empat harian gitu. Gimana? Bisa?”
“Kalau empat hari sih bisa Bang. Asal jangan lebih dari lima hari aja. “
“Kalau segalanya berjalan lancar, malahan dua hari juga selesai urusannya di Makassar. “
Esok harinya, pagi - pagi sekali aku dan Kak Reni sudah berada di bandara. Karena kami akan terbang dengan pesawat yang take off jam 08.30. Bang Idang pun mengantar kami sampai di bandara.
Setelah berada di dalam pesawat, aku bertanya kepada kakakku, “Sebenarnya di Makassar mau mengurus apa Kak?”
“Ada orang yang mau pinjam uang. Dia menjaminkan rumah dan tanahnya di Makassar. Karena itu aku harus menaksir dulu seperti apa kondisi rumah dan tanah yang akan dijaminkan itu. “
“Alamat lengkapnya sudah Kakak catat?”
“Sudah. Katanya sih gak jauh dari bandara. “
Aku tidak tahu, apakah aku yang masih awam atau Kak Reni yang kebilnger. Karena menurutku, untuk menaksir harga tanah dan rumah cukup dengan menghubungi lembaga appraisal, lalju tunggu hasilnya. Nanti akan datang laporan berapa taksiran mereka harga tanah dan rumah di Makassar itu.
Entahlah. Aku tak mau mengungkapkan pendapatku, takut Kak Reni tersinggung. Yang jelas Kak Reni dan aku setibanya di Makassar langsung cek in di sebuah hotel yang tak jauh dari Bandara Sultan Hasanuddin. Hotel itu sudah dibooking oleh Kak Reni lewat sebuah biro jasa di internet, bahkan sudah dibayar untuk menginap di sana selama 4 malam.
Cukup lama kami mengotak - atik masalah itu. Sampai sore kami berada di kelurahan itu. Kemudian makan di rumah makan dan kembali ke hotel setelah senja.
Hotel itu adalah hotel berbintang. Jelas setiap kamar menggunakan AC. Tapi Kak Reni sengaja mematikan ACnya dan membuka jendela kacanya. Karena Kak Reni seorang perokok. Tapi ia hanya merokok di rumah atau dsi tempat tertutup seperti hotel ini. Tak berani merokok di tempat umum.
Aku kegerahan. Maklum udara Makassar yang terasa menyengat panasnya. Sementara fasilitas AC malah dimatikan.
Karena itu aku hanya mengenakan celana pendek dan bertelanjang dada sebelum merebahkan diri di atas bed. Sementara Kak Reni masih menggeluti angka - angka yang didapatkannya dari kelurahan tadi.
Sebelum terlena tidur, aku masih sempat melihat Kak Reni melepaskan gaunnya, lalu dalam keadaan cuma berbeha dan bercelana dalam saja ia menggeluti angka - angka itu lagi. Sambil merokok terus.
Lalu aku tertidur nyenyak di atas satu - satunya bed dalam kamar hotel ini.
Tapi aku membuka mataku ketika terasa ada sesuatu yang menghimpit pinggangku. Ternyata paha Kak Reni yang menghimpit pinggangku itu.
Memang pada waktu aku masih kecil, Kak Reni suka memelukku pada waktu tidur bersama seperti ini.
Tapi kini aku sudah dewasa. Kak Reni yang cuma mengenakan beha dan celana dalam itu jelas mengundang perasaan lain. Tapi aku berusaha untuk menindas pikiran yang bukan - bukan, karena mengingat Kak Reni iutu kakakku sendiri. Sudah punya suami pula.
Tapi batinku mulai bergulat. Membayangkan bahwa Mama pun sering kusetubuhi. Lalu apa salahnya kalau Kak Reni pun kuperlakukan yang sama? Tapi apakah Kak Reni takkan marah?
Lebih dari setengah jam batinku bergulat. Sampai akhirnya… ketika Kak Reni tampak sudah tertidur, diam - diam tanganku bergerak ke celana dalamnya. Kugeser celana dalam putih itu ke sebelah kanan, sehingga aku menyaksikan sebagian dari kemaluan kakakku.
Sang Nafsu pun mulai menguasai benak dan hatiku. Aku mulai menggunakan jemariku untuk menggerayangi kemaluan kakakku.
Gila… nafsuku semakin menjadi - jadi. Membayangkan nikmatnya kalau kemaluan Kak Reni diterobos oleh penisku.
Tapi… ketika aku sedang asyik mengelus - elus mulut vagina Kak Reni… tiba - tiba dia memegang pergelangan tanganku. Tentu saja aku kaget dibuatnya. Maka kutarik tanganku, menjauhi kemaluan kakakku. Lalu membelakanginya sambil pura - pura tidur lagi.
Mudah - mudahan Kak Reni tidak marah, pikirku.
Tapi apa yang terjadi selanjutnya?
Kak Reni mendekap pinggangku dari belakang. Bukan cuma mendekap. Tangannya menyelusup ke lingkaran elastis celana pendekku. Lalu memegang batang kemaluanku yang sudah ngaceng berat ini…!
Kak Reni meremas - remas dan mengelus - elus batang kemaluanku. Ini membuatku yakin bahwa Kak Reni pun menginginkannya…!
Lalu kenapa aku harus berdiam diri dan pura - pura tertidur?
Akhirnya aku memberanikan diri untuk membalikkan tubuhku jadi berhadapan dengan kakakku.
Kutatap bola mata Kak Reni yang tampak bersorot lain itu. Bahkan ia bangkit untuk menarik celana pendekku sampai terlepas dari kakiku. Lalu kembali menggenggam batang kemaluanku sambil berkata setengah berbisik, “Kontolmu sudah ngaceng banget Abe… “
“Iya Kak…” sahutku sambil merayapkan tanganku ke balik celana dalam Kak Reni. Dan menjamah kemaluannya yang licin plontos… mengelus celahnya yang mulai membasah dan membiarkannya mengelus - elus puncak penisku.
Nafasku mulai tak beraturan. Kak Reni pun memegang penisku dengan mata yang terpejam. Dan tetap terpejam ketika kupelorotkan celana dalamnya sampai terlepas dari kakinya.
Masih terpejam juga mata Kak Reni ketika aku sudah mendekatkan mulutku ke memeknya yang tembem dan sudah kungangakan itu.
Lalu aku mulai menjilati memek Kak Reni… membuat nafas kakakku tertahan - tahan. Terlebih setelah jempol kiriku mulai beraksi, untjuk menekan kelentitnya… lalu menggesek - geseknya… sementara jemari tangan kananku mulai kuselundupkan ke celah kewanitaannya.
Karuan saja Kak Reni mulai merintih - rintih histeris, “Abe… ooooh… ini enak sekali Bee… ternyata kamu udah pengalaman juga ya… iya Beee… jilatin terusss… itilnya juga elus terus Beee… ooooooh… oooo… oooooh… ini luar biasa enaknya Beeee… oooo… ooooohhh… itilnya elus terus Beee…
Aku pun jadi semakin bersemangat untuk menjilati memek kakakku yang ternyata sangat menggiurkan ini.
Bahkan pada suatu saat, ketika terasa liang memek Kak Reni sudah sangat basah, aku tak minta izin dulu padanya, untuk menjebloskan batang kemaluanku ke dalam liang memeknya…!
“Ooooooh… kontolmu langsung masuk semua Be… tapi ingat… ini rahasia kita berdua aja ya Be. “
“Iya Kak. Aku juga ngerti soal itu sih. “
“Apakah kamu pernah membayangkan kejadian seperti ini?”
“Nggak pernah Kak. Baru tadi aja aku tiba - tiba jadi nafsu. “
“Mmm… begitu ya… Ayo entotin kontolmu… jangan direndem terus… ntar keburu jadi cacing… “
Aku menahan tawaklu mendengar kelakar Kak Reni itu. Lalu aku mulai mengayun batang kemaluanku seperti yang Kak Reni inginkan.
Gila… ternyata memek kakakku ini enak sekali. Sehingga aku semakin bergairah untuk mengentotnya.
Kak Reni pun mulai mendesah - desah dan merintih - rintih. “Aaaaah… aaaaah… entot terus Beee… ternyata kontolmu enak juga Beee… aaaaah… aaaah… entot terus Beee… entot terussss… entooooottttt… entooooottttt… iyaaaaaa… iyaaaaaaa… entot teruuuuusssss… entooooottttttttt…
Sambiol mempergencar entotanku, masih sempat aku membisiki telkinga Kak Reni, “Memek Kak Reni juga ternyata enak sekali Kak… rasanya legit dan menjepit gini… seperti memek yang belum pernah melahirkan… ooooh… gak nyangka kita bisa beginian ya Kak… “
“Hmh… kita ini lagi ngapain Be?”
“Lagi ngeweeee… ngewe memek Kak Reniiiii…” sahutku terengah.
“Hihihiii… kamu memang nakal, tapi menyenangkan,” ucap Kak Reni sambil menepuk - nepuk pipiku.
“Aaa… aaku bakal makin sayang sama Kak Reniii…” sahutku sambil meremas - remas toket Kak Reni.
“Aku juga bakal makin sayang padamu, Bee…” sahut Kak Reni sambil mulai menggoyang - goyangkan pantatnya. Berputar - putar, berkelok - kelok dan menghempas - hempas. Sehingga makin nikmat saja rasanya menyetubuhi kakak kandungku tercinta ini.
Keringat pun mulai membasahi tubuh kami. Tapi kami tak mempedulikannya.
Aku semakin lama semakin bergairah untuk mengentot Kak Reni yang rintihan histerisnya makin berhamburan.
“Iyaaaaaa… iyaaaaaaa… entot terus yang kencaaaaang… entoooot teruuuus Abeeee… ooooooh… ini enak sekali Beee… entot yang kencang Be… iyaaaaaa… enoooot… entoooot… !”
Lama sekali aku mengenrtot kakakku. Sampai pada suatu saat aku bertanya, “Kak… lepasin di mana?”
“Di dalam memekku aja Be. Tapi sebentar… tahan dulu… aku juga udah mau orgaaaa… tahan dikit… iyaaaaaa… iyaaaaa… ayo sekarang lepasin Beeee… !”
Aku pun memacju entrota nku secepat mungkin, agar cepat ngecrot.
Dan akhirnya… ketika Kak Reni terkejang - kejang di puncak orgasmenya, penisku pun menembak -nembakkan air mani di dfalam liang memek Kak Reni… Dan kami seperti sepasang manusia yang tengah kerasukan. Kami saling cengkram… saling remas dan… crootttt… crooootttt… crot… crooootttt…
Aku berkelojotan di atas perut Kak Reni. Lalu terkulai lemas… dalam kepuasan yang mendalam sekali.
Beberapa saat kemudian ketika kami sudah bersih - bersih di kamar mandi, Kak Reni membuka pembicaraan :
“Abe… sebenarnya ada rahasia yang tak boleh dibocorkan ya. “
“Rahasia tentang apa Kak?” tanyaku.
“Tentang Bang Idang itu. Sejak tabrakan di Puncak, kontolnya tak berfungsi lagi. “
“Maksud Kak Reni… Bang Idang jadi impoten?”
“Iya. Tabrakan itu membuat syaraf tertentu pada putus. Dan tidak bisa dibetulkan lagi. Makanya sejak saat itu aku tak pernah disetubuhi lagi olehnya. Untung aku sudah punya dua anak. Kalau tidak, aku bisa minta cerai… “
“Kecelakaan di Puncak itu sudah lama terjadinya kan Kak?!”
“Iya… kalau gak salah sejak kamu masih semester pertama. Sekarang kamu sudah semester akhir kan?”
“Iya Kak. Berarti sudah empat tahun, Kak. “
“Iya. Selama empat tahun aku tak pernah selingkuih satu kali pun. Baru sekarang aku selingkuh.. dengan adik kandungku pula selingkuhnya,” ucap Kak Reni dengan mata berkaca - kaca.
“Jangan sedih Kak. Aku akan siap memuasi Kakak kapan pun aku dibutuhkan. “
“Iya Be. Memang Bang Idang masih hidup juga sudah untung. Sopirnya malah meninggal kan?!”
“Iya Kak. Lagian Bang Idang kelihatannya seperti normal - normal saja tuh. “
“Yang lainnya normal semua. Bahkan prestasi di tempat kerjanya makin meningkat dengan pesatnya. Sehingga dia sudah dijadikan orang kepercayaan bossnya. Kecuali kontolnya itu, sama sekali nggak bisa ngaceng. Lemas terus. “
“Hadapi dengan tenang aja Kak. “
“Iya. Aku akan berusaha untuk bersikap seolah nggak ada apa - apa pada rumah tanggaku. Kalau aku minta cerai, kasihan sama anak - anak. Kasih sayang ayahnya tetap dibutuhkan oleh mereka. “
“Jangan minta cerai Kak. Biarin aja… kan ada aku yang bisa mewakili Bang Idang untuk meredakan hasrat biologis Kak Reni. “
“Janji ya. Kalau aku sedang horny, kamu harus siap untuk ngentot aku lagi. “
“Iya Kak. Aku janji deh. “
“Hmmm… sejak saat itu pula aku jadi perokok Be. Soalnya aku ingin menindas kegalauanku. “
“Tapi kata orang, cewek perokok itu suka enak ngemut kontolnya Kak. “
“Hihihihi… kamu ada - ada aja. Nanti kamu buktikan sendiri deh. Kita kan bakal lama di sini. Walau pun urusan penting itu sudah selesai, aku masih ingin dientot lagi olehmu sesering mungkin. Sampai aku benar - benar kenyang. ”
Aku terdiam setelah membaca riwayat masa lalu suamiku yang sangat melenceng dari kaidah - kaidah hukum mau pun agama itu.
Tadinya aku merasa sudah terlalu jauh membelot dari nilai - nilai sakral dalam suatu perkawinan, dengan membiarkan Kevin menggauliku. Tapi ternyata suamiku jauh lebih gila lagi. Sampai ibu kandung pun dijadikan sasaran pelampiasan hawa nafsunya. Bahkan kakak kandungnya pun menjadi sasaran berikutnya.
Banyak sekali catatan berikutnya yang membuatku merinding sendiri.
Tapi aku ingin mengetahui sejauh mana suamiku telah melangkah bersama Mbak Rumiar, kakak kandungku satu - satunya itu.
Karena itu petualangan suamiku sebelum aku menjadi istrinya kulewati dulu, nanti saja akan kubaca semuanya setiap bagian yang belum kubaca.
Aku mencari - cari petualangan suamiku bersama Mbak Rum itu.
Akhirnya kutemukan catatan yang kucari itu.
Isinya sebagai berikut :
Sesungguhnya aku berat sekali melepaskan istriku ke tangan Boss Kevin. Tapi biarlah… aku harus merelakannya demi masa depanku dan masa depan anakku.
Namun sejujurnya harus kuakui bahwa aku jadi gelisah dibuatnya. Karena itu ucapan Linda tentang Mbak Rumiar itu kuanggap sebagai keputusan bijaksana. Agar keresahanku terobati dengan mendapatkan Mbak Rum sebagai kompensasi dari kehilangan Linda selama beberapa hari.
Lalu apakah aku akan mengajak Mbak Rum untuk berhubungan sex? Why not?!
Lagian sebenarnya sejak Mbak Rum tinggal di rumahku, diam - diam aku sering tergiur oleh kakak iparku yang berperawakan sangat berbeda dengan istriku.
Dan mungkin banyak lelaki seperti aku ini. Seandainya punya istri yang putih mulus, mungkin malah ingin merasakan nikmatnya perempuan yang hitam manis. Kalau punya istri berperawakan tinggi langsing, mungkin ingin merasakan perempuan yang montok - gempal… seperti Mbak Rum itu.
Ya… dalam hal warna kulit, baik Linda mau pun Mbak Rum sama - sama putih mulus. Tapi bentuk tubuh mereka jauh beda. Linda berperawakan tinggi langsing, tapi dengan bokong yang lumayan semok. Sementara kakaknya berperawakan tinggi montok. Sepasang toket Linda berukuran sedang - sedang saja. Tapi Mbak Rum itu kelihatannya bertoket gede, meski aku belum pernah melihatnya secara jelas.
Ketika aku tiba di rumah, kulihat Mbak Rum seperti baru selesai mandi, karena rambutnya tampak kelimis.
“Nia udah tidur Mbak?” tanyaku.
“Sudah,” sahut Mbak Rum, “Mau dibuatkan kopi ya?”
“Iya Mbak. Tolong bikinin kopi yang kental ya.”
“Iya,” sahut Mbak Rum sambil mengangguk, lalu melangkah ke arah dapur.
“Mbak baru habis keramas ya?” ucapku sambil mengikuti langkahnya dari belakang.
“Iya. Biasa… baru bersih mens,” sahut Mbak Rum.
Ketika Mbak Rum sedang menyalakan teko listrik di dapur, aku mendekap pinggangnya dari belakang, sambil berbisik di dekat telinga kakak iparku, “Kalau baru bersih dari menstruasi, biasanya lagi enak-enaknya, ya Mbak.”
“Iiiih… enak apanya?” Mbak Rum meronta tapi tidak terlalu kuat. Sehingga dekapanku tetap pada tempatnya.
“Ininya,” sahutku sambil menggerakkan tangan kananku untuk menepuk bagian di bawah perutnya.
“Aaaah… jangan ngaco dong Be, “Mbak Rum meronta lagi. Tapi aku malah mempererat dekapanku.
Lalu aku mulai melontarkan gombalan, “Sebenarnya aku sudah lama tergiur sama Mbak. Tapi baru sekarang aku punya kesempatan…”
“Emangnya mau berapa hari Linda di rumah kakakmu?”
“Semingguan gitu.”
“Lama banget?!”
“Biar aja. Biar kita punya kesempatan lebih lama.”
“Kesempatan untuk apa?”
“Untuk saling bagi rasa… Mbak bisa merasakan diriku, aku pun bisa merasakan nikmatnya tubuh seksi Mbak ini…” ucapan itu kulanjutkan dengan menarik ujung daster Mbak Rum ke atas, lalu kuselinapkan tangan kananku ke balik celana dalamnya. Sampai kutemukan sebentuk memek tembem dan gundul di balik celana dalam Mbak Rum itu.
“Abe… aaaah… jangan gini dong Beee… kalau ketahuan Linda bisa disemprot aku nanti…”
“Kan Linda gak ada sekarang Mbak,” sahutku dengan jemari yang sudah kuselinapkan ke dalam celah memeknya yang hangat dan mulai membasah.
Mbak Rum tidak meronta lagi. Mjungkin karena jemariku sudah mulai membuatnya horny. Karena jari tanganku bukan cuma direndam di dalam celah memeknya, tapi juga kugerak - gerakkan maju mundur… sehingga celah memek Mbak Rum mulai membasah… dan mulai menghangat.
“Di kamarku aja ya Mbak,” bisikku setelah terasa tubuh Mbak Rum melemah dan menghangat.
“Kan mau bikin kopi kental,” sahutnya.
“Biarin Mbak. Sekarang Mbak jauh lebih penting daripada kopi,” bisikku.
“Sebentar… mau halangin Nia sama bantal guling dulu. Takut jatoh.”
“Iya deh. Aku tunggu di kamarku ya Mbak.”
“Iya…”
Lalu aku mencium pipi Mbak Rum disusul dengan ucapan, “Mbak Rum memang baik hati… aku senang Mbak…”
Mbak Rum tidak menyahut. Langsung melangkah ke kamarnya, di mana anakku selalu tidur bersamanya.
Sementara aku masuk ke dalam kamarku. Kunyalakan AC, lalu kukenakan baju dan celana piyama tanpa mengenakan celana dalam di baliknya.
Sesaat kemudian Mbak Rum sudah muncul di ambang pintu kamarku, dalam kimono putihnya yang tampak seksi. Karena belahan dada kimono itu mempertontonkan pertemuan dua bukit kembar Mbak Rum yang montok itu. Membuatku sadar bahwa Mbak Rum tidak mengenakan beha di balik kimono itu, karena dua titik tampak menonjol di kimono itu, dua titik yang kutahu sebagai dua pentil payudara montoknya.
Jangan - jangan celana dalam pun tidak terpasang juga di balik kimono putih itu…!
Begitu Mbak Rum masuk, aku langsung memegang kedua pergelangan tangannya sambil berkata, “Lamunanku selama ini akan menjadi kenyataan. Bahwa aku akan bisa menikmati Mbak Rum sepuasnya.”
Mbak Rum cuma tersenyum. Tapi tangannya memegang celana piyamaku, tepat pada bagian yang menutupi batang kemaluanku yang sudah mulai ngaceng ini.
“Sebenarnya aku pun sering membayangkan dicumbu olehmu Be. Tapi aku selalu menindas pikiran dan lamunan seperti itu. Karena aku sadar bahwa Abe ini suami adik kandungku,” kata Mbak Rum sambil meremas - remas batang kemaluanku yang masih tertutup celana piyamaku ini.
Remasan Mbak Rum itu membuatku menduga - duga, bahwa mungkin dia ingin memegang batang kemaluanku tanpa tertutupi apa pun. Maka kupelorotkan celana piyamaku, sehingga batang kemaluanku terbuka sepenuhnya. Lalu kuraih Mbak Rum ke atas bed.
Pusat perhatian Mbak Rum tetap tertuju ke penisku yang sudah agak ngaceng ini. Setelah berada di atas bed, Mbak Rum memegang penisku yang sudah tak tertutup celana piyama lagi ini. Tak cuma memegangnya. Sesaat kemudian ia mulai menciumi puncak dan leher penisku. Ciuman itu pun lalu berubah jadi jilatan yang membangkitkan gairahku.
Aku cuma menelentang sambil membiarkan Mbak Rum menjilati leher dan moncong penisku. Bahkan lalu ia mulai menyelomoti batang kemaluanku dengan trampilnya. Setengah dari batang kemaluanku berada di dalam mulutnya, sementara bagian yang tidak terkulum sudah mulai diurut - urut oleh tangan trampilnya. Dibantu oleh air lurnya yang mulai mengalir dan membasahi batang kemaluanku sampai pangkalnya.
Tentu saja kontolku makin ngaceng saja dibuatnya. Sampai pada suatu saat, Mbak Rum menanggalkan kimononya. Sehingga tubuh chubby-nya langsung telanjang bulat, karena ia tak mengenakan bra mau pun CD di balik kimononya itu.
Tadinya kupikir Mbak Rum mau main di atas (WOT). Tapi ternyata tidak. Setelah batang kemaluanku ngaceng berat, ia merebahkan diri dengan kedua kaki mengangkang lebar.
Maka aku pun duduk sambil melepaskan baju piyamaku. Lalu mendekatkan wajahku ke memek tembem dan bersih dari jembut itu.
Lalu mulutku “terbenam” di permukaan memek tembem itu. Sementara jempol tangan kiriku mencari - cari kelentit Mbak Rum yang tersembunyi akibat ketembeman memeknya. Sedtelah menemukan kelentitnya, jempolku pun mulai menggesek - geseknya, sementara lidahku mulai menjilati bagian dalam memeknya yang ternganga dan berwarna pink itu.
Mbak Rum mulai menggeliat - geliat dan mengejang - ngejang sambil bergumam, “Linda… maafkan aku ya Lin… aku tetap sayang padamu Lin…”
Kemudian Mbak Rum menggeliat - geliat lagi. Sambil merintih - rintih erotis, “Ooo… ooooh… Beeee… oooooh… jilatanmu kok enak sekali Beee… oooooh… itilnya elus terus Beee… itilnyaaaa.. itiiil… itiiiilnyaaa… iyaaaaaaa… itilnya gasak terus Beee… gilaaaa… ini luar biasa enaknya Beeee …
Kuikuti apa yang Mbak R7um inginkan. Sambil menjilati belahan memeknya, jempol kiriku menggesek - gesek itilnya terus - menerus, sementara telunjuk dan jari tengah kananku membenam ke dalam liang memek dan menekan bagian bawahnya.
Maka dalam tempo singkat saja liang memek Mbak Rum terasa sudah mulai membanjir… pertanda sudah siap untuk diterobos oleh batang kemaluanku.
Maka dengan gerak cepat aku sudah meletakkan moncong kontolku di mulut memek Mbak Rum. dan hanya dengan sekali dorong, batang kemaluanku langsung membenam ke dalam liang memek yang sudah basah itu… blesssskkkk…!
“Ooooh… kontolmu langsung masuk semua Beee… entah sudah berapa lama aku tak pernah merasakan enaknya kontol… “rintih Mbak Rum sambil merengkuh leherku ke dalam pelukannya. Kemudian ia mencium bibirku dengan lahapnya.
Aku pun mulai mengentotnya dengan sepenuh gairah. Gairah yang seolah menuntut kompensasi atas diri Linda yang pasti sedang dientot oleh Kevin di villa itu…!
Memang aku seolah sedang balas dendam atas apa yang mungkin terjadi di antara Linda dan putra mahkota perusahaan besar itu. Sehingga entotanku jadi garang… garang sekali. Kontolku bergerak seperti sedang memompa liang memek Mbak Rum. Maju mundur dengan cepat dan kerasnya…!
Bunyi unik pun mulai terdengar. Bunyi yang ditimbulkan oleh gesekan batang kemaluanku dengan liang memek Mbak Rum yang sangat basah ini… creeeek… creeek… craaaak… creeek… craaak… creek… crekkkk… creeeeekkkk…!
Bunyi unik itu seolah diiringi oleh bunyi “tamparan - tamparan” biji pelerku ke bagian di bawah memek Mbak Rum. Pleeeek… ploook… ploook… ploook… plook… plooook… pleeek… ploook… plooook… ploook… plook…!
Makin riuh pula dengan kumandang rintihan Mbak Rum yang makin lama makin histeris, “Entot terus Beee… oooooh… kontolmu luar biasa enaknya Abeeee… entooot teruuussss… iyaaaa… iyaaaa… entot terussss… entot… entooooot… Abeee… kontolmu enak Abeeeee… !”
Di lain saat rintihan Mbakj Rum lain lagi “lirik“nya, “Tetekku remas Abeee… iyaaa… remas yang kuat… leherku gigitin Beee… sambil cupangin juga boleh Abeee… ooooh… kontolmu bakal bikin aku ketagihan Beee… luar biasa enaknyaaaa… entot terus sambil remasin tetekku… gigitin dan cupangin leherkuuuu…
Begitu riuhnya suara rintihan Mbak Rum, sehingga diam - diam aku cemas juga. Takut kalau Nia terbangun lalu menangis karena Mbak Rum gak ada di sampingnya.
Untunglah sesaat kemudian Mbak Rum mulai klepek - klepek, lalu mengejang tegang, justru pada saat aku hampir ejakulasi.
Aku tahu bahwa Mbak Rum mau orgasme. Maka aku pun memeprcepat ayunan kontolku. Maju mundur dengan cepatnya, seolah sedang menggedor - gedor dasar liang memek Mbak Rum yang terasa dangkal, sehingga moncong penisku sering menyundul dasarnya.
Akhirnya Mbak Rum menahan nafas sambil mencengkram bahuku kuat - kuat, disusul oleh geliang - geliut liang memek Mbak Rum disertai dengan kedutan - kedutan super erotisnya.
Pada saat yang sama moncong kontolku sedang menghamburkan sperma di dalam liang sanggama Mbak Rum… crooot… croooot… crotcrot… croooooooootttt… crooot… crooootttt…!
Aku pun mengelojot, lalu terkapar lunglai di atas perut kakak iparku.
“Barusan dibarengin ya?” tanya Mbak Rum lirih.
“Iya. Kan biar nikmat Mbak.”
“Kalau aku hamil nanti gimana?”
“Tenang aja Mbak. Apa pun yang akan terjadi, aku akan bertanggungjawab. Percayalah.”
Malam itu goresan baru telah tercatat di dalam lembaran kehidupanku.
Dan malam itu aku sampai tiga kali menyetubuhi Mbak Rum yang seksi habis itu.
Sehingga esok paginya rambut Mbak Rum tampak kelimis. Pasti dia baru selesai “mandi besar”.
Pada waktu menyuguhkan makanan untuk sarapan, aku berkata, “Sebenarnya aku libur selama seminggu Mbak. Jadi besok lagi, jangan terlalu pagki menyediakan sarapan.”
“O gitu?” Mbak Rum melayangkan tatapan sejuk dengan senyum manis di bibirnya.
“Nanti malam masih kuat kuentot lagi?”tanyaku.
“Ayoo… sapa takut?” sahut Mbak Rum sambil mencubit lenganku.
Aku cuma tersenyum. Namun pikiranku tetap tertjuju ke istriku. Sedang apa dia sekarang? Apakah Kevin juga habis - habisan menyetubuhi Linda seperti yang kulakukan kepada Mbak Rum tadi malam?
Entahlah. Yang jelas semuanya itu demi masa depan kami semua.
Baru sampai di situ Bang Abe menulis catatan pribadinya. Mungkin masih banyak yang belum ia tulis dalam catatan pribadinya ini. Tapi kesimpulan yang kucari sudah kutemukan.
Setelah membaca catatan pribadi suamiku itu, aku tercenung sendiri. Bukan memikirkan kejadian antara Mbak Rum dengan suamiku itu. Melainkan membandingkan antara penyimpanganku dengan penyimpangan suamiku.
Aku memang punya perasaan bersalah setelah menyerahkan tubuhku kepada Kevin. Karena aku ini seorang istri. Dan tak seharusnya aku mengikuti ajakan setan, lalu berkali - kali aku menyerahkan kehormatanku kepada Kevin. Aku bahkan merasa sudah menjadi seorang istri yang serong.
Tapi apa yang telah suamiku lakukan di masa lalunya, benar - benar membuatku bergidik. Segala yang telah dilakukannya di masa lalu adalah sesuatu yang mengerikan. Terutama kelakuannya bersama ibu kandungnya sendiri itu, benar - benar pelanggaran yang sulit dimaafkan.
Namun aku berusaha untuk tidak mengingat - ingat lagi masa lalu suamiku itu. l Aku lebih memikirkan pembangunan rumah dan wisma kos itu…
Pembangunan rumah dan wisma kos itu sudah selesai. Bahkan furniture dan perabotannya pun berdatangan dan dipasangkan di tempatnya masing - masing, atas perintah dan pesanan Kevin.
Rumahnya 100% model baru dalam bentuk minimalis. Terdiri dari 2 lantai. Di lantai bawah ada 3 kamar, di lantai dua ada 2 kamar. Kamar paling depan akan dipakai ruang kerja oleh suamiku. Kamar yang di tengah untuk kamar tidurku dan kamar paling belakang untuk kamar Mbak Rum.
Bentuk rumah yang minimalis itu cantik sekali di mataku. Maklum gambarnya dibuat oleh arsitek pilihan Kevin.
Rumah baru itu menghadap ke selatan dan merapat ke batas tanah di sebelah timur. Sementara di sebelah barat hanya ditanami rumput peking. Di tengah alas rumput itu ada lantai tembok menuju ke wilayah kos - kosan.
Tanah warisan dari orang tuaku ini memanjang ke belakang. Sehingga kos - kosan itu pun memanjang ke belakang, jadi dua bnaris dari selatan ke utara. Setiap barisnya berlantai dua. Baris yang di sebelah barat disebut blok A, sementara baris di sebelah timur disebut blok B. Setiap baris terdiri dari 50 kamar, di lantai 1.25 kamar…
Yang mengejutkan, Kevin pun mengirim 100 buah kulkas kecil dan 100 buah pesawat televisi kecil (21 inchi). Semuanya untuk kamar kos - kosan. Kemudian Kevin mengirim 100 buah bed yang terbuat dari besi, berikut kasur dan kain seprainya.
Kevin pun menganjurkan untuk membuat kos - kosan elit yang tarifnya jutaan per bulan. Karena itu dia mengirimkan 100 buah televisi dan kulkas kecil untuk di semua kamar yang tersedia. Bed - bednya pun terbuat dari logam yang kokoh, supaya tidak mudah reyot.
Di antara kedua blok kos - kosan itu ada deretan tanaman hias yang ditata rapi dan artistik, memanjang dari selatan ke utara. Kedua blok kos - kosan itu dibangun terpisah dengan rumah bariku.
Di teras belakang rumahku, ada dapur terbuka berikut meja makan dan kursi - kursinya. Atap dan dindingnya terbuat dari alumunium berwarna - warni. Bagian ini disediakan untuk kantin. Karena kalau kamar - kamar kos itu sudah penuh, pasti banyak penghuninya yang mencari makanan, cemilan atau pun minuman.
Pokoknya wisma kos yang terdiri dari 100 kamar itu keren sekali, jauh lebih bagus daripada yang pernah kucita - citakan.
Setelah rumah dan wisma kos itu selesai, Mbak Rum bertanya waktu aku sedang memberi makan ikan koi di kolam yang membatasi deretan wisma kos blok A dengan deretan blok B. “Linda… sebenarnya dari mana kalian mendapat uang segitu banyaknya, sehingga pembangunan rumah dan wisma kos ini luar biasa megahnya?
Aku tercenung sesaat. Tadinya aku ingin tetap merahasiakannya. Tapi tadi pagi aku menerima WA dari Kevin, bahwa dia akan datang ke rumahku. Ingin melihat - lihat seperti apa pembangunan rumah dan wisma kos yang sudah selesai 100% itu. Dan kalau Kevin datang, aku perkirakan dia akan mencumbuku. Tanpa perasaan takut pada siapa pun, karena suamiku sudah memberikan “hak istimewa” kepada Kevin untuk melakukan apa pun padaku.
Maka aku pun menjawab pertanyaan Mbak Rum itu secara terbuka, “Sebenarnya ini rahasia Mbak. Kuharap Mbak bisa merahasiakannya ya.”
Mbak Rum mengangguk dengan sorot makin penasaran.
“Rumah, wisma kos dan semua barang baru, termasuk mobil yang Bang Abe pakai itu pemberian bossnya Bang Abe,” kataku lagi.
“Kok bisa segitu baiknya bossnya Abe ya?” ucap Mbak Rum dengan sorot curiga, “Pasti ada sesuatu yang kamu rahasiakan ya.”
“Iya, “aku mengangguk sambil memegang bahu Mbak Rum, “Inilah rahasianya yang harus Mbak rahasiakan juga. Boss Bang Abe itu tergila - gila padaku. Mbak masih ingat waktu aku tidak pulang sampai seminggu itu kan?”
Mbak Rum cuma mengangguk sambil menatapku.
“Nah… waktu aku hilang seminggu itu, sebenarnya aku sedang bersama Kevin… nama bossnya Bang Abe itu.”
“Haaa?! Apakah Abe tau kalau kamu sedang bersama bossnya itu?” tanya Mbak Rum dengan nada semakin penasaran.
“Tau,” sahutku.
“Lalu… apakah Abe tidak marah?”
“Justru aku yang setengah dipaksa oleh Bang Abe, supaya mau menemani bossnya itu selama seminggu.”
“Masa?!” Mbak Rum menatapku, seperti tidak percaya pada penjelasan jujurku.
“Betul Mbak. Memang ada alasannya. Boss Bang Abe itu menjanjikan akan menaikkan jabatan Bang Abe kalau bersedia meminjamkan aku. Bukan cuma itu. Banyak lagi janji lainnya, termasuk rumah dan wisma kos ini… belum lagi barang - barang lainnya.”
“Kok bisa ya Abe merelakan kamu untuk menemani bossnya. Padahal selama seminggu itu pasti kamu sering digauli oleh bossnya Abe itu kan?”
“Iya Mbak. Demi masa depan kita semua… Bang Abe merelakannya.”
“Kasihan juga Abe…”
“Iya. Aku lebih merasa kasihan lagi. Karena itu, aku menyuruh Bang Abe untuk mendapatkan Mbak, supaya dia tidak tersiksa dan membayangkan aku sedang diapa - apain oleh bossnya.”
“Ja… jadi… kamu ngasih izin pada Abe untuk me… menggauliku?” Mbak Rum tampak salah tingkah.
“Bukan cuma ngasih izin. Aku bahkan menyuruhnya. Supaya dia tetap tenang selama aku bersama bossnya itu.”
“Iya Lin. Aku mau mengakui sejujurnya, Abe itu berkali - kali menggauliku pada waktu kamu hilang seminggu itu. Maafkan aku ya Lin.”
“Nggak apa - apa Mbak. Aku ikhlas kok. Malah kapan - kapan kita keroyok Bang Abe ya.”
“Keroyok gimana?”
“Kita ajak dia threesome. Biar dia semakin tenang menghadapi semua ini.”
“Iiiih… gak kebayang…”
“Ohya… sejam lagi bossnya Bang Abe itu bakal datang ke sini, untuk memeriksa hasil pembangunan rumah dan wisma kos ini. Siapa tau ada yang kurang bagus menurut pandangannya nanti. Sekalian mau temu kangen sama aku.”
“Abe kan sedang di Jawa Tengah. Apakah Abe tau bossnya mau ke sini?”
“Boss Bang Abe itu bernama Kevin. Bang Abe sudah memberikan hak istimewa pada Kevin untuk melakukan apa pun denganku. Jadi kalau Kevin mau berjumpa denganku di mana saja dan kapan saja, Bang Abe takkan berkeberatan.”
“Kevin itu sudah tua?”
“Iiih… dia masih sangat muda Mbak. Lebih muda beberapa tahun dariku.”
“Masa sih?! Masih sangat muda kok bisa jadi boss.”
“Perusahaan tempat Bang Abe bekerja kitu punya ayahnya. Tapi dua bulan lagi Kevin akan jadi orang nomor satu di perusahaan. Karena ayahnya sudah sakit - sakitan.”
Mbak Rum cuma terlongong.
“Ohya Mbak… kira - kira sejam lagi Kevin mau datang. Nanti jauh - jauh aja darinya ya Mbak. Supaya dia tidak merasa canggung.”
Mbak Rum mengangguk perlahan.
“Aku mau mandi dulu, kemudian berdandan secantik mungkin… karena pangeranku bakal datang… hihihi…!” ucapku sambil menepuk bahu Mbak Rum. Kemudian bergegas masuk ke dalam rumahku. Langsung menuju kamarku di lantai dua.
Kamar ini sudah memiliki furniture dan peralatan yang serba modern. Kamar mandinya pun berdinding kaca buram yang sangat tebal. Dilengkapi dengan bathtub model terbaru.
Dari mana aku bisa memiliki semua peralatan mutakhir ini kalau bukan dari Kevin yang ganteng dan baik hati itu?
Selesai mandi sebersih mungkin, kupakai salah satu gaun kiriman Kevin, waktu pulang dari luar negeri. Sehelai gaun berwarna orange polos, terbuat dari bahan sutera yang sangat halus dan mengkilap. Dengan belahan di paha kanan kiriku. Gaun yang aku tidak berani memakainya, karena belahannya memamerkan bukan hanya paha, tapi juga pangkal paha dan hampir ke bagian perutku.
Bagian dadanya pun terbuka lebar. Sehingga kalau aku tidak mengenakan beha, pasti pertemuan kedua bukit kembarku akan tampak lebar sekali. Hanya putingnya saja yang tersembunyi di balik gaun impor ini.
Dan sore itu aku memang sengaja tidak mengenakan beha. Sehingga kedua puting toketku membuat dua tonjolan kecil di gaun bagian dadaku.
Beberapa saat kemudian terdengar bunyi mobil memasuki pekarangan rumahku. Cepat aku turun ke lantai dasar. Lalu memburu pintu depan dan membukanya. Ternyata mobil mewah Kevin yang datang dan berhenti tepat di depan pintu garasi. Bukan limousine yang dipakainya, tapi tetap saja mobil mana pun yang dipakainya pasti mobil mahal sekali.
Aku menyongsong kedatangan Kevin di teras depan.
Saat itu Kevin mengenakan celana corduroy dan baju kaus yang sama warnanya. Sama - sama biru ultramarine. Memang ganteng sekali Kevin itu. Dalam pakaian apa pun, Kevin selalu tampak ganteng.
Setelah kubawa ke ruang tamu, Kevin menyapaku, “Apa kabar? Sehat -sehat aja kan?”
“Sehat. Cuma kangennya ini yang sangat menyiksa. Kan udah lama kita gak ketemu lagi,” sahutku.
Kevin yang berdiri berhadapan denganku di ruang tamu, lalu memelukku dengan hangatnya. Dan mencium bibirku dengan mesranya… mesra sekali. Membuat sekujur batinku tergetar hebat.
“Kirfain cuma aku aja yang kangen padamu Sayang,” ucap Kevin sambil menarik tanganku, agar duduk berdampingan di sofa putih ruang tamu.
“Ohya.. siapa nama anakmu? Nita?” tanyanya.
“Nia,” sahutku.
“Mana dia sekarang? Aku bawain oleh - oleh untuknya tuh di mobil.”
“Ada, “aku menoleh ke dalam lalu berseru memanggil Mbak Rum, “Mbaaaak… !”
“Yaaaa…!” sahut Mbak Rum dari dalam.
Tak lama kemudian Mbak Rum muncul di ambang pintu yang membatasi ruang tamu dengan ruang keluarga.
“Tolong bawa Nia ke sini Mbak, ini pangeranku pengen ketemu,” ucapku setelah melihat Mbak Rum muncul tanpa Nia.
Mbak Rum mengangguk lalu masuk lagi ke dalam. Sementara Kevin berdiri dan melangkah ke teras depan. Lalu memanggil sopirnya, “Bawa masuk kotak - kotak itu Ton !” ucapnya.
Lalu Kevin kembali ke tempat duduk semula.
Sesaat kemudian sopir Kevin muncul dengan membawa beberapa kotak besar. Ada juga kantong plastik besar, yang kelihatannya berisi boneka Panda.
Pada saat yang sama Mbak Rum muncul lagi sambil menuntun tangan Nia.
“Nia sayang… ayo salim dulu sama Oom Kevin inhi,” ucapku kep[ada anakku.
Nia dengan lucunya menghampiri Kevin. Lalu mencium tangan pangeranku.
Kevin tampak kagum melihat gerak - gerik Nia yang lucu dan menggemaskan itu. Lalu ia berjongkok di depan Nia, “Siapa namanya anak cantik?”
Tenang saja Nia menyebutkan namanya sambil tersenyum, “Nia Oom…”
“Tuh lihat… oom bawa oleh - oleh mainan buat Nia cantik…” kata Kevin sambil menunjuk ke tumpukan kotak - kotak karton dan kantong plastik besar itu. Sopuir Kevin sampai dua balikan mengangkut oleh - oleh itu dari mobil, saking banyaknya oleh - oleh untuk Nia itu.
Satu persatu isi kotak - kotak itu dikeluarkan. Semuanya mainan mahal.
Nia sampai melonjak - lonjak kegirangan. Terutama waktu melihat isi kantong plastik berupa boneka Panda yang besar itu.
“Ohya… kenalin dulu… ini kakakku,” kataku sambil mendampingi Mbak Rum.
Kevin pun menjabat tangan Mbak Rum sambil menyebutkan namanya. “Ini kakak kandung?” tanya Kevin sambil menoleh padaku.
“Iya. Dia satu - satunya saudara kandungku, Honey.”
“Wah… aku gak bawa oleh - oleh buat Mbak. Lain kali aja kalau ke sini kubawain oleh - oleh ya,” ucap Kevin kepada Mbak Rum.
“Iya, gak apa - apa,” sahut Mbak Rum dengan sikap canggung.
Sementara itu Nia tampak senang sekali. Lalu kuingatkan, “Nia… bilang apa sama Oom?”
Nia tersenyum dan menatap Kevin sambil berkata lucu, “Makacih Oom…”
“Iya, sama - sama, anak cantik,” sahut Kevin sambil mengusap - usap rambut Nia yang ikal.
Setelah Nia dan Mbak Rum masuk ke dalam, sambil mengangkut mainan - mainan itu, Kevin berbisik padaku, “Kapan aku bisa punya anak darimu yang secantik Nia ya?”
“Aku sudah bilang pada Bang Abe,” sahutku, “bahwa Kevin ingin punya anak dariku. Dan kalau hal itu terjadi, berarti aku harus bersama Kevin terus, dari mulai hamil sampai melahirkan anak Kevin.”
“Terus apa tanggapan Abe?” tanya Kevin.
“Dia mengijinkan. Tapi setelah bangunan wisma kos dan rumah ini selesai.”
“Sekarang sudah selesai kan?”
“Sudah, “aku mengangguk, “Tapi wisma kos itu belum ada penghuninya. Bisa kan Kevin bersabar sampai wisma kos itu jalan dulu?”
“Terus kalau Linda sedang bersamaku, sejak hamil sampai melahirkan, siapa yang akan mengurusi wisma kos itu?”
“Kan ada kakakku. Kalau masih kurang tenaga, nanti akan kurekrut saudara sepupuku. ‘
“Iya.. iya… nanti wisma kosnya akan kuperiksa. Siapa tau kontraktornya tidak bekerja sebagaimana mestinya. Tapi sekarang aku sudah kangen sekali sama dirimu Sayang,” ucap Kevin sambil menyelinapkan tangannya ke balik gaun bagian dadaku. Dan terasa tangannya mulai memegang toket kananku.
Birahiku mulai berdesir - desir.
Tapi aku dan suamiku sudah sepakat untuk Memanjakan Birahi Kevin…